Darah Terbuang

​


Semoga bahagia ya, malam itu sebenarnya aku ingin mendekapmu erat. Mengulang – ngulang betapa kita sangat dekat, betapa kita sangat erat, betapa aku selalu melupakan sejuta kesalahanmu dan menganggapmu yang terbaik. Betapa mati – matian aku melupakan perkataan bertahun lalu saat aku masih orok. Dan memang benar, betapa kau tidak peduli untuk kembali mengatakannya saat aku dewasa, saat aku masih mempertahankan kepercayaan bahwa mungkin kau akan enyah dari provokasi apapun, saat aku masih selalu menyelipkan namamu di doa doa malamku, saat aku masih mengulas foto – foto lama kita, soal tanganku yang tak pernah lepas dari lingkar lehermu. Tapi sudah, sebenarnya bukan tentang kenyataan yang membuatku tak habis pikir, hanya saja aku bungkam tentang sikapmu, kau tau? seharusnya nalurimu, nuranimu bisa bicara lebih cakap ketimbang medis. Tuhan memberi umatnya hati untuk bisa merasakan mana yang haq dan batil, kita bisa menggunakannya dengan baik selagi hati kita bersih. Kesimpulanku, semenjak ada dia hatimu tak akan bersih. Jadi sudah, lupakan momen – momen apapun soal kau juga aku, anggap saja aku hanya hal usang yang sempat kau rawat, anggap saja pertemuan kita adalah kekhilafan. Anggap saja, aku bukan apa – apa. Aku tak butuh seberapa kuat ikatan darah, sebab bagiku, keraguanmu malam itu sudah membuatku kembali yakin kau memang tak pantas untuk dijadikan kekuatan. Gdblessyou dengan kehidupan barumu, tanpa darah pungutmu. KatamuπŸƒ

.

Maospati, 8 Januari 2017

12 thoughts on “Darah Terbuang

Leave a comment